-->

Budidaya melon sistem hidroponik akar menggantung

Budidaya melon sistem hidroponik akar menggantung

Penanaman melon secara hidroponik yang dilakukan oleh petani thailand di Nakornratchasima, K Tongtana Jarukitpanit ini telah dilakukan sejak tahun 2008 hingga sekarang. Buah melon dengan kualitas baik memiliki harga jual tinggi, itulah sebabnya banyak petani thailand tertarik menanam melon.

Hidroponik melon pilihan yang tepat
Budidaya melon secara konvensional di lahan terbuka memiliki resiko terkena hama dan penyakit lebih besar bila dibandingkan dengan menanam melon secara hidroponik. Budidaya hidroponik melon dalam rumah plastik sangat mampu menekan perubahan iklim seperti fluktuasi suhu, angin, dan juga yang tidak kalah pentingnya adalah terhindar dari serangan hama dan penyakit, walau sebenarnya serangan hama dan penyakit ada namun relatif kecil bila dibandingkan menanam melon secara konvensional.

Hidropoik melon dengan akar menggantung

Akar menggantung melon sistem hidroponik

Tongtana, Petani melon di Thailand menerapkan teknologi hidroponik Dynamic Root Floating Technique adalah merupakan teknologi hidroponik yang mana akar menggantung di talang.  Akar yang tumbuh menggantung akan menerima lebih banyak oksigen atau disebut aeroroots. Adapun akar serabut yang terendam akan menyerap nutrisi atau berfungsi sebagai nutriroots. Akar menggantung mengambil lebih banyak oksigen, sedangkan akar yang terendam mengambil lebih banyak nutrisi. Budidaya melon dengan sistem ini mampu melakukan Panen melon hingga lima kali dalam setahun. 

Investasi hidroponik melon mahal
sistem hidroponik yang dilakukan oleh tongtana dengan mengadopsi sistem DRFT ( Dynamic Root Floating Technique ) sangat menghemat pupuk dan air . Ia hanya memerlukan 300 cc air dan 2 cc pupuk per tanaman per hari. Selain itu, karena tidak menggunakan tanah, maka hama dan penyakit yang berasal dari tanah seperti layu bakteri tidak lagi mengganggu tanaman yang masuk dalam suku labu-labuan itu. 

Populasi di setiap rumah kaca 500 tanaman atau 3,8 tanaman per meter persegi. Atap rumah kaca dirancang berbentuk segitiga dengan ketinggian 4,7 meter. Sementara tinggi sisinya hanya 2,5 meter. Atap terbuat dari dua lapis bahan yaitu plastik dan jaring peneduh. Struktur rumah plastik berlantai beton itu kuat dan dapat bertahan sekitar 10 tahun. Menurut Tongtana biayanya masing-masing rumah plastik yang ia buat adalah 350.000 bath atau Rp140-juta dengan pengembalian investasi selama 2 tahun.

Ia memasang 10 instalasi hidroponik masing-masing berukuran lebar 0,5 m x 5 m di setiap rumah kaca. Kerangka besi berbentuk meja setinggi 40 cm dari lantai rumah kaca dibuat untuk menopang instalasi itu. Tongtana menggunakan sistem Dynamic Root Floating Technique (DRFT). Sistem itu mirip dengan sistem Deep Flow Technique (DFT). Akar terendam dalam larutan nutrisi. Sebelum air mengalir, Tongtana melapisi stirofoam dengan plastik berwarna hitam. Air diisi sedalam 3—5 cm, sehingga terdapat ruang udara setinggi 18—15 cm. Penutup talang terbuat dari lembaran stirofoam yang diletakkan di atas besi penopang. Tongtana menyalakan listrik selama 24 jam untuk sirkulasi air.
Air yang sudah dicampur dengan nutrisi disimpan di bak penampungan, lalu dipompa untuk mengalirkan air lewat pipa. Setelah itu air akan masuk dan mengalir ke talang yang dibuat miring. Kemiringan talang pada umumnya 1—7% (tiap 1 meter naik 1 cm dan seterusnya). Ari dapat kembali ke bak penampungan. Walau Tongtana mengatur sirkulasi air selama 24 jam, kandungan oksigen terlarut dalam air belum dapat terpenuhi.

Baca juga : Cara menanam melon agar besar dan manis

Panen melon hidroponik lebih kecil dan manis

Namun, jika tidak tersedia lahan subur dengan kandungan hara yang baik, maka lebih baik membudidayakan melon secara hidroponik. Budidaya melon secara hidroponik di dalam rumah kaca juga dapat menekan kerugian yang diakibatkan oleh organisme pengganggu tanaman (OPT). “Di dalam ruangan, OPT cenderung lebih sedikit. Namun, melon yang dibudidayakan secara hidroponik biasanya memiliki bobot lebih kecil dibandingkan secara konvensional yaitu sekitar 1,8—2 kg. Menurut Sobir petani melon di Indonesia belum bisa mengadopsi cara hidroponik untuk budidaya melon karena biaya yang relatif lebih mahal.
LihatTutupKomentar